Sabtu, 25 Desember 2010

aids...against aids now

Penyakit AIDS atau Acquired Ummune Deficiency Syndrom, penyakit yang disebabkan virus HIV (Human Immunodoficiency Virus) kiranya tak berlebihan disebut penyakit globalisasi. Penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya kini telah merajai kehidupan, menginfeksi tanpa pandang bulu, menyapu layar perak, pentas seni, lapangan olahraga hingga ke tempat-tempat prostitusi, dan tak terkecuali jabang bayi. Tak pelak lagi penyakit AIDS ini membikin histeria, ia mengakhiri kejayaan, kebanggaan, prestise dan hidup seseorang.

1 Desember 2007, sudah lebih dua dasawarsa AIDS dikenal masyarakat dunia. Setelah kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981 di Amerika Serikat, penyakit maut ini dengan cepat mewabah secara luas dan mudah. Di seluruh dunia 25 juta orang meninggal karena HIV/AIDS dan 40 juta orang terinfeksi. Demikian catatan badan PBB yang menangani AIDS (UNAIDS). Epidemi HIV/AIDS selama dua dasawarsa belakangan ini telah menyebar ke lebih 190 negara di semua benua. UNAIDS memperkirakan bahwa pada akhir 2000 ada 36,1 juta orang dengan HIV/AIDS dengan 90 persen di negara berkembang (jangkar.net).
Laporan triwulanan perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan 31 Maret 2006 dari Ditjen PP dan PL Depkes menyebutkan jumlah pengidap HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif mencapai 10.156 kasus meliputi 5.823 kasus AIDS dan 4.333 kasus HIV yang sudah tersebar pada 32 Propinsi di Indonesia. Jumlah pengidap AIDS yang dilaporkan meninggal dunia mencapai 24,56 % atau 1.430 orang dengan ratio kasus antara laki-laki dan perempuan 4,47 : 1. Yang memprihatinkan, proporsi tertinggi pengidap HIV/AIDS berada pada rentang usia produktif ( 20-29 tahun ) sebesar 54,27 %.,disusul umur 30-39 tahun sebesar 26 % , dan kelompok umur 40-49 tahun sebesar 8.41 % . (www.depkes.go.id). Sementara itu, di Sulawesi Selatan tercatat 1.464 kasus HIV/AIDS dan 1.000 diantaranya berada di Kota Makassar (Fajar, 8 Nopember 2007).

Tingginya angka ini jelas menunjukkan kegagalan berbagai program yang selama ini sering ditawarkan negara-negara Barat dalam masalah ini. Negara-negara Barat selama ini gagal dalam menentukan apa sebenarnya sebab utama dari mewabahnya penyakit ini. Mereka malah menawarkan solusi-solusi yang tidak berhubungan langsung dengan akar persoalan dari penyakit ini. Sosialisasi penyakit ini, bahkan dalam bentuk pelajaran khusus pendidikan seks di sekolah-sekolah, terbukti tidak menghentikan laju penyakit ini Selama ini sosialiasi tentang penyakit ini seperti dalam pendidikan seks, hanya berbicara bahaya dari penyakit seksual termasuk AIDS dan bagaimana melakukan seks secara aman, yakni dengan menggunakan kondom. Banyak yang tidak memperdulikan seruan ini dengan berbagai alasan; kurang praktis, lupa, kurang nikmat, sampai memang tidak ada dana yang cukup membeli kondom. Apalagi penyeruan penggunaan kondom hanya sebatas seruan, tidak ada sanksi bagi yang tidak menggunakannya.

Sementara, menjatuhkan sanksi bagi yang tidak menggunakan kondom- kalaupun mau dibuat undang-undang-, tentu sangat sulit. Sementara solusi yang lain, tidak ada hubungan langsung dengan masalah ini. Seperti hidup bersama penderita AIDS, tidak diskriminasi terhadap penderita AIDS. Hal ini hanya bicara tentang sikap setelah seseorang terjangkiti penyakit AIDS, bukan mencegah seseorang terkena penyakit AIDS.

Melacak Akar Persolaan
Akar persoalan penyakit ini sebenarnya, berpangkal dari pandangan hidup kebebasan (freedom) yang dianut oleh banyak orang dan negara di dunia saat ini. Kebebasan bertingkahlaku sendiri merupakan pilar penting dari kapitalisme. Sehingga sebenarnya pangkal penyakit ini adalah Kapitalisme itu sendiri. Pandangan kebebasan kemudian menganggap masalah seksual adalah masalah individu, yang selama tidak mengganggu individu lain dan dilakukan suka sama suka, tidak boleh ada yang mengintervensinya. Termasuk negara sekalipun. Karenanya, berganti-ganti pasangan seksual atas dasar suka sama suka, bukanlah merupakan pelanggaran. Padahal berganti-ganti pasangan adalah faktor penyebab menyebarluasnya penyakit ini. Demikian juga anggapan bahwa setiap orang bebas menentukan orientasi (kecendrungan) seksnya, adalah merupakan bagian dari kebebasan individu. Karena itu homoseksual dan lesbianisme bukanlah sesuatu yang terlarang dalam masyarakarat Kapitalisme.

Masyarakat kapitalis juga menganggap industri seks yang jelas menumbuhsuburkan penyakit-penyakit seksual sebagai sesuatu yang legal, karena memiliki nilai ekonomis. Bisa menjadi penghasilan invidu atau negara, berupa pajak. Padahal jelas, keberadaan industri seks merupakan salah faktor yang menumbuhsuburkan penyakit-penyakit seksual termasuk AIDS.

Sebagai implikasi dari pandangan liberal, ditemukan banyak sekali sarana-sarana yang mendorong hajat seksual manusia secara terbuka. Pornograpi dan pornoaksi merupakan hal yang biasa dieksploitasi, dengan alasan kebebasan. Jelas sekali sarana-sarana ini turut mendorong tumbuhnya hajat seksual pemuda dan para remaja, yang menyebabkan banyak diantara mereka yang melakukan hubungan seks tanpa ikatan pernikahan. Disamping itu pergaulan yang demikian bebas, antar pria dan wanita, termasuk pendorong utama munculnya hajat seksual ini.

Tidaklah mengherankan kalau di negara-negara liberal dan permisif terhadap masalah seksual ini perkembangan penyakit seksual termasuk AIDS menjadi tinggi. Sementara itu negeri-negeri Islam, yang dikenal masih ketat dalam masalah pengaturan pergaulan pria dan wanita (seksual), penderita penyakit AIDSnya, secara signifikan rendah.

Kembali Pada Islam
Islam jelas berbeda dengan kapitalisme dengan paham kebebasannya. Dalam Islam, dengan sangat jelas menyatakan bahwa manusia tidak bisa dibebaskan untuk mengatur kehendaknya sendiri. Sebab kalau ini terjadi , manusia akan terjerumus pada hawa nafsunya seperti yang terjadi pada saat sekarang ini. Karena itu dalam Islam, seluruh tingkah laku manusia wajib terikat pada aturan-aturan Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang. Aturan Allah SWT jelas akan memberikan kebaikan pada manusia, sebab Allah SWT yang paling tahu tentang apa yang paling baik untuk manusia. Sangat jelas, saat manusia lalai dari aturan Allah, munculnya penderitaan, antara lain penyakit seksual ini.

Karena itu Islam, mengatur bagaimana hubungan pria dan wanita yang aman, yakni lewat ikatan perkawinan yang sah. Tidak hanya itu, Islam pun menutup segala jalan yang mengakibatkan munculnya kebebasan seksual yang berbahaya. Islam melarang pria wanita berinteraksi secara bebas kecuali dalam hal-hal yang dibolehkan oleh syari’i. Campur aduk (ikhtilat) adalah perkara yang diharamkan dalam Islam. Sehingga, Islam memenimalkan hubungan pria dan wanita, kecuali dalam perkara-perkara tertentu seperti jual beli, pendidikan, pengadilan, kesehatan dan interaksi lain yang memang membutuhkan sikap ta’awun (tolong menolong) antara kedua belah pihak. Itupun tetap dalam batasan-batasan yang sangat ketat. Mulai dari cara berpakaian yang menutup aurot sampai larangan tabarruj (berhias berlebihan di ruang publik), yang memungkinkan munculnya hajat seksual lawan jenisnya. Islam juga melarang wanita berduaan dengan laki-laki yang bukan mahromnya (khalwat). Jelas pula, dalam Islam industri atau bisnis seksual atau yang mengeksploitasi pornograpi diharamkan, tidak perduli apakah itu menghasilkan uang atau tidak.
Dalam Islam, uang bukanlah segalanya untuk menghalalkan segala cara. Semua ini akan menghindari munculnya seks bebas ditengah-tengah masyarakat. Karena itu siapun yang melanggar aturan-aturan tersebut akan diberikan sanksinya secara tegas dalam Islam, baik bagi pezina ghoiru muhshan (yang belum menikah), pezina muhshan (yang sudah menikah) maupun pelaku homoseksual. Untuk pelaku bisnis haram atau menyebarluaskan pornograpi akan dikenakan sanksi ta’zir, yang hukumannya diserahkan kepada peradilan. Oleh karena itu masarakat harus diseru kepada jalan hidup yang sehat, yaitu jalan hidup yang digariskan oleh Allah SWT Yang Maha Mengetahui gaya hidup apa yang paling layak untuk manusia, yang membawa pada masyarakat yang tentram, suci dan terhindar dari berbagai penyakit seksual.

Adakah AIDS ini sekedar pertanda zaman bahwa manusia tidak boleh pongah dan lengah, ataukah AIDS ini menjadi seleksi alam bagi ummat manusia, dan hanya mereka yang paling “fixed” menjalani fitrhanya sebagai manuia yang akan bertahan hidup?. Yang jelasnya wabah raya AIDS telah menyebar pesat, menembus semua batas yang ada dalam kehidupan manusia, usia, jenis kelamin, status sosial, profesi, geografi maupun etnis. Manusia sedunia telah sepakat bahwa AIDS mesti diperangi hingga lenyap dari kehidupan sehingga dana, tenaga dan pikiran siap dikorbankan. Hanya saja, sejauh ini prostitusi, free sex dan praktek-praktek sodomi serta situasi yang mengkondisikannya masih kurang serius dipertanyakan. Dan akhirnya, kita tentunya ingin saling mengingatkan, bahwa setiap penyimpangan dari ketetapan-Nya pastilah membawa bencana. Hanya dengan taat dijalan-Nya sajalah kita bisa hidup selamat. Wallahu alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar