Jumat, 24 Desember 2010

Siapa sangka, ya, Bu-Pak, kalau madu berkhasiat mencerdaskan? Tapi jangan beri madu asli pada si kecil karena bisa berakibat kematian. Banyak pembaca bertanya soal pemberian madu buat bayi dan anak serta manfaatnya. Ternyata, bukan cuma nakita, lo. yang kebanjiran pertanyaan soal madu ini. Dr. H. Adi Tagor, Sp.A., DPH pun demikian. “Wah, saya sampai pusing menjawabnya, karena saking banyaknya orang tua yang bertanya,” ujar staf medik pediatri pada RS Pondok Indah, Jakarta ini. Harusnya, kata Adi Tagor, ada kerja sama antara Depkes, Ditjen POM (Pengawasan Obat dan Makanan), dan Lembaga Konsumen Indonesia dalam hal perlindungan mengenai madu bagi bayi dan balita. “Merek-merek madu apa saja yang aman dikonsumsi, sehingga orang tua pun tak kebingungan dan tak gelisah akan kemurniannya yang tak dipalsukan, serta kebebasannya dari hama dan zat-zat tambahan lain yang tak baik untuk anak. Dengan demikian, anak terlindungi dan para dokter anak pun bisa menjawab madu apa saja yang aman dikonsumsi,” jelasnya. Lo, memangnya ada apa dengan madu yang selama ini beredar di pasaran, Dok? HARUS YANG DIMURNIKAN Sebenarnya, tutur Adi Tagor, menurut riwayat-riwayat nonmedis dari zaman dulu kala, madu boleh diberikan sejak bayi baru lahir. Hal senada diungkap pula oleh pakar obat tradisional, Prof. H. Hembing Widjayakusumah pada kesempatan terpisah, “Madu sudah dipakai beribu-ribu tahun lalu, bukan sekarang saja. Jadi, boleh saja diberikan pada bayi dan anak.” Hanya, tambah Adi Tagor, memang ada kontroversinya. “Dari penelitian modern, madu yang asli, yaitu yang diperas dari sarang tawon, ternyata ditemui ada kaki-kaki tawonnya juga yang membawa kuman.” Di sini persoalannya karena tawon, kan, enggak hanya hinggap pada bunga lalu pulang ke rumahnya; kadang ia pun mampir ke tempat-tempat lain seperti mengacak-acak sampah dan lainnya. “Nah, ada yang namanya clostridium botulinum. Spora dari clostridium botulinum ini bisa tumbuh dalam tubuh anak dan menyebabkan botulism. Gejalanya: anak mengalami panas, kembung, dan kejang. Penyakit ini bisa menyebabkan kematian.” Itulah mengapa, madu yang dibolehkan untuk bayi dan balita hanya yang refined dan purified with no additive (sudah dibersihkan dan dimurnikan). “Jadi, tak boleh madu asli yang masih ada lilin-lilin atau sarang tawonnya, karena ditakutkan ada bahaya mikrobiologinya, yaitu spora dari clostridium botulinum tadi.” Terlebih buat bayi, “selain harus madu yang steril, juga jangan madu palsu karena bisa menimbulkan berbagai reaksi.” Jikapun bayi dan balita ingin diberikan madu asli, menurut Hembing, boleh saja, “asal disterilkan dulu, yaitu dimasak panas agar kumannya mati.” Madu refined dan purrfied, tutur Adi Tagor, di Amerika dan Eropa biasanya disebut honey jam, jadi dalam bentuk selai. Ada juga merek tertentu yang terkenal dan di Indonesia bisa ditemui di outlet atau supermarket khusus tempat orang asing berbelanja. Untuk madu-madu lokal juga ada yang sudah dimurnikan dan dijual di apotik-apotik. KANDUNGAN MADU Menurut Adi Tagor, salah satu zat paling bagus yang dikandung madu ialah fruktosa atau gula buah. “Gula buah ini dikumpulkan oleh lebah-lebah dari nectar, yaitu cairan yang berada pada bunga dan biji bakal buah. Ditambah lagi pollen atau butir-butir kecil seperti sagu (puting sari, red.) yang ada di bunga. Lebah membawa pollen untuk menyerbuki bunga jantan yang nantinya menghasilkan buah. Nah, lebah mendapat upahnya, yaitu madu,” terangnya. Madu, terangnya lebih lanjut, memang merupakan persiapan untuk tumbuhnya anak-anak lebah. “Makanya, lebah bisa bertumbuh dengan cepat. Jadi, ada faktor-faktor alam yang belum diketahui yang memicu pertumbuhannya.” Itu sebab, tambahnya, pertumbuhan manusia cocok dengan filsafat madu. “Manusia itu, kan, sewaktu baru lahir belum matang. Ginjalnya baru matang di tahun pertama, livernya di tahun kedua, dan otaknya di tahun keenam. Jadi, masih dalam proses pembangunan. Nah, organisme yang sedang tumbuh ini, bila diberikan zat-zat yang memicu pertumbuhan secara alamiah, akan jauh lebih bagus dibandingkan yang secara kimia seperti obat pemicu nafsu makan, berat badan, dan sebagainya. Itu tak bagus karena bisa banyak efek efeknya.” Hembing pun mengakui, madu sebagai jenis pemanis murni, sebagian besar diterima dan cocok untuk bayi. “Zat gulanya mudah diserap tubuh.” Madu, katanya lagi, mengandung mineral-mineral dan protein yang juga terdapat pada susu. Selain itu, aromanya pun enak hingga mengundang selera. Belum lagi kandungan vitamin C-nya yang tinggi, “membuat madu memiliki daya antiseptik dan efek laksatif atau pencahar ringan.” Pendeknya, tandas Hembing, madu mengandung semua vitamin dan mineral lengkap yang dibutuhkan tubuh. Itu sebab, madu amat bermanfaat bagi kesehatan. Antara lain untuk mengatasi gangguan paru-paru, tukak lambung, tekanan darah tinggi, sakit perut, batuk, selesma, pegal linu, sakit pinggang, kaku pada leher, rematik, pengapuran, sembelit, meningkatkan kecerdasan, memperlancar buang air kecil, menyuburkan rambut, sakit kepala, dan lainnya. PERKEMBANGAN OTAK Untuk bayi dan balita, kata Hembing, madu bermanfaat antara lain untuk perkembangan tubuh. Selain bisa melancarkan pencernaan, menghindari kejang (kolik) pada bayi, mengatasi kebiasaan mengompol, tidur tak nyenyak, batuk, gangguan pernafasan, menyuburkan rambut, sembelit dan lainnya. Tak kalah penting, madu bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan. “Aneka zat yang terdapat dalam madu berkhasiat bagi perkembangan otak anak, terutama zat gulanya yang sangat dibutuhkan otak untuk melaksanakan fungsinya secara optimal.” Itu sebab, sejak anak masih di kandungan pun, madu sangat baik diberikan, tentu melalui sang ibu. Adi Tagor sependapat, “pada dasarnya, madu sebagai food suplement yang berasal dari alam, khasiatnya bermacam-macam, termasuk untuk kecerdasan atau perkembangan otak anak. Asalkan tidak ada penyakit.” Namun begitu, ingat Hembing, pemberian madu hendaknya tak berlebihan, baik pada bayi dan anak maupun janin, karena bisa berakibat jelek. “Semua bahan makanan yang
"MADUKU PENYAMBUNG NYAWAKU"

dikonsumai berlebihan tentulah dampaknya akan tak baik. Jangankan madu, kebanyakan minum air putih pun bisa berakibat buruk semisal menjadi beban jantung atau ginjal,” terangnya. SEHARI TIGA KALI Adapun normalnya pemberian madu sebagai food suplement untuk bayi maupun anak, menurut Adi Tagor, sehari 3 kali satu sendok teh tiap pagi, siang, dan sore. “Jadi, sama halnya dengan minum obat.” Namun bisa juga, seperti dikatakan Hembing, sehari 2 kali, pagi dan siang, antara 1-2 sendok teh. Madu bisa diberikan langsung atau ditambahkan air. Adi Tagor sering menyarankan orang tua pasiennya agar pemberian madu dicampur air putih sebagai pemanis minuman supaya rasanya gurih, dan diberikan sebelum makan. “Bisa juga dicampur dengan obat puyer agar terasa seperti sirup obat.” Selain itu, bisa juga dicampurkan dengan makanan. “Biasanya diberikan sesudah makan.” Yang jelas, Bu-Pak, madu amat berkhasiat dan secara kimia tak ada bahaya maupun dampaknya. Hanya memang, ada bayi atau balita yang peka dengan madu, dalam arti tak cocok hingga berdampak seperti diare, kembung atau kolik setelah minum madu. “Bila terjadi hal seperti itu, sebaiknya dihentikan pemberiannya dan lain kali dicoba lagi,” anjur Adi Tagor. Kendati sebetulnya amat jarang ditemui kasus demikian. Dedeh Kurniasih .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar